Kayaknya memang sulit ya untuk bisa konsisten nulis. Terlebih kalau memang kurang piknik dan bersentuhan langsung dengan lingkungan. Seperti lambung yang tidak diberi asupan makanan, akhirnya kosong dan menyebabkan magh kronis tak tertolong. Begitu juga realitas. Seperti kosong kalau tanpa asupan interaksi dengan dunia luar. Setidaknya butuh satu bulan untuk mau bergerak lagi. Tentu tidak dihitung naik turunnya semangat yang tak terprediksi.
Kembali setelah kemalasan yang meradang, saya mulai balik turun gunung. Liat kanan kiri dan mulai meraba raba lagi. Selain kebutuhan tugas akhir yang terancam punah, setidaknya title mahasiswa tidak sekedar title belaka. Rasanya satu bulanan adalah waktu yang cukup untuk jadi sampah masyarakat.
Sehubungan obrolan soal sampah. Boleh lah sekiranya penulis nyinyir soal sampah dilingkungan kita. Siang menjelang sore ini, sembari duduk memandangi tugas akhir yang tak kunjung bikin horny. Sudut mata malah terpikat sama dua botol air mineral yang isinya masih ¾. Sejenak itu juga saya rogoh tas. Sialnya memang air bekas semalam tidak terbawa. Bersamaan dengan itu, botol lain juga menggoda dekat tas yang dibiarkan tertidur. Aih. ⅝airnya kosong, masih bersisa. Lalu terlemparlah memori saya ke 3 tahun kebelakang di tempat yang sama. Pagi itu hampir semua sudut tempat ngopi sudah sepi. Selain para pwgawai yang hilir mudik m3mbereskan sisa gelak tawa semalam, tinggal penulis sendiri di tempat itu. Dan di salah satu pojok, menggunduk jika tak menggunhng sampah plastik botol. Tentu ini menggelitik tanda tanya. Seberapa lama sampai botol botol ity berhimpun? Saya tanyalah salah satu pegawai. Kejutannya, gundukan seringgi penulis itu di hasilkan dalam waktu semalam. Gila. Dalam satu malam dengan area seluas lapangan bola. Apa jadinya dengan kegiatan akbar dan acara acara yang melibatkan banyak manusia?
Maka selain roda ekonomi yang berputar dari hiburan semalam suntuk, dampak keriuhan orang juga menelurkan sampah yang bersepakan membentuk perhimpunan. Aih.
Lalu salah siapa sebenarnya ini? Kerumunan semalam suntuk tentu tak bisa disalah kan karena mereka hanya butuh minum pada perhelatan. Begitupun penyelenggara. Entah apapun motif nya, tentu ada alasan kuat untuk mengadakan kegiatan bermodal raksasa. Pengusaha air minumpun tidak bisa disalahkan. Karena mereka juga berkontribusi menyediakan lapangan pekerjaan yanv menghidupi puluhan mungkin ribuan keluarga. Aih. Lalu bagaimana kongres sampah ini bisa kita hentikan?
Jawabannya ada pada diri kita. Buang sampah tentu bukan solusi mengurangi tumpukan sampah. Karena akhirnya mereka terbuang juga. Aih. Tanpa kita sadari kita sudah menabung milyaran uang kita jntuk sampah. Maka, kebiasaan kita yang bisa kita modifikasi. Memulai membawa botol air minum layaknya anak tk dan sd tentu tidak begitu memalukan. Selain itu, penggunaan kembali botol air minum yang saya tak mengerti kenapa tidak kuta lakukan. Munkin di gunakan tempat oli. Tempat pensil, kosmetik atau dipake tempat air mjnhm lagi. Aih. Sudah mentok materi sampah saya. Akan saya akhiri dengan 2 kalimat ajakan bagi pembaca. Bawa botol kemana – mana dan masukan belanjaan kedalam tas ketimbang pake plastik kresek.
Jogja 3 november 2018